Senin, 07 Mei 2018

Laporan Tahunan (annual report) Perusahaan

A.    Pengertian Umum Laporan Tahunan (Annual Report)

Laporan Tahunan atau annual report yaitu catatan (informasi) tahunan yang berisi gambaran kondisi operasional perusahaan atau bank biasanya, terdiri atas neraca dan laporan laba rugi serta termasuk penjelasan atas operasi perusahaan, biasanya juga dilampiri laporan hasil audit.

B.     Dasar Hukum Laporan Tahunan

1.      Dalam UU No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Laporan Tahunan Pasal 66

1.      Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir.
2.      Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya:
a.      laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut;
b.      laporan mengenai kegiatan Perseroan;
c.       laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
d.     rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan;
e.      laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;
f.        nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;
g.      gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.
3.      Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan.
4.      Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a bagi Perseroan yang wajib diaudit, harus disampaikan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 67
1.      Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) ditandatangani oleh semua anggota Direksi dan semua anggota Dewan Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan dan disediakan di kantor Perseroan sejak tanggal panggilan RUPS untuk dapat diperiksa oleh pemegang saham.
2.      Dalam hal terdapat anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang tidak menandatangani laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis, atau alasan tersebut dinyatakan oleh Direksi dalam surat tersendiri yang dilekatkan dalam laporan tahunan.

2.      PERATURAN BANK INDONESIA  NOMOR 14/14/PBI/2012  TENTANG  TRANSPARANSI DAN PUBLIKASI LAPORAN BANK

Definisi Laporan Tahunan adalah laporan lengkap mengenai kinerja suatu Bank dalam kurun waktu 1 (satu) tahun.

Pasal 2 “Dalam rangka transparansi kondisi keuangan, Bank wajib menyusun dan menyajikan laporan keuangan, yang terdiri atas”
a.      Laporan Tahunan;
b.      Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan;
c.       Laporan Keuangan Publikasi Bulanan;
d.     Laporan Keuangan Konsolidasi; dan
e.      Laporan Publikasi Lain.

Pasal 3  “Bank wajib menyusun Laporan Tahunan yang paling kurang mencakup:”

a.      informasi umum yang meliputi:
1.       kepengurusan;
2.       kepemilikan;
3.      perkembangan usaha Bank dan kelompok usaha Bank termasuk perkembangan usaha Unit Usaha Syariah (UUS);
4.      trategi dan kebijakan manajemen termasuk strategi dan kebijakan manajemen UUS; dan
5.       laporan manajemen termasuk laporan manajemen UUS;
b.      Laporan Keuangan Tahunan yang meliputi:
1.      Laporan Posisi Keuangan (Neraca);
2.      Laporan Laba Rugi Komprehensif;
3.      Laporan Perubahan Ekuitas;
4.      Laporan Arus Kas;
5.      catatan atas laporan keuangan, termasuk informasi mengenai komitmen dan kontinjensi;
c.       opini dari Akuntan Publik;
d.     jenis risiko dan potensi kerugian (risk exposures) yang dihadapi Bank serta praktek manajemen risiko yang diterapkan Bank;
e.      seluruh aspek transparansi dan informasi yang diwajibkan untuk Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan;
f.        aspek pengungkapan (disclosure) lain sebagaimana diwajibkan dalam Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, dalam hal belum tercakup dalam huruf a sampai dengan huruf e diatas; dan
g.      informasi lain.

Bagi Bank Umum Konvensional, selain pengungkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilakukan pengungkapan mengenai:
a.      permodalan bank; dan
b.      jenis risiko, potensi kerugian, dan penerapan manajemen risiko, paling kurang untuk risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, risiko strategik, risiko reputasi, risiko kepatuhan, dan risiko hukum.

Pasal 6 berbunyi

1.      Bank wajib mengumumkan Laporan Tahunan dalam website Bank.
2.      Pengumuman Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama dilakukan 1 (satu) hari kerja setelah batas waktu penyampaian Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
3.      Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dipelihara dalam website Bank paling kurang untuk 2 (dua) periode laporan berturut-turut.
Bank yang tidak mengumumkan Laporan Tahunan pada website Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dikenakan sanksi administratif berupa:
a.      teguran tertulis; dan
b.      kewajiban membayar sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) per hari, paling banyak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).


Semua perusahaan wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan kepada Menteri.

Pasal 32 “Apabila menurut penilaian Bank Indonesia, Laporan Tahunan yang disampaikan kepada Bank Indonesia dan/atau yang diumumkan di dalam website Bank secara material tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya dan/atau tidak disajikan sesuai ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia ini dan/atau Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku, dikenakan sanksi administratif lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dan Pasal 58 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, berupa:
1.      penurunan tingkat kesehatan Bank;
2.      pencantuman anggota pengurus, pegawai Bank, pemegang saham dalam daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemilik dan pengurus Bank; dan/atau
3.      pembekuan kegiatan usaha tertentu.

PENGERTIAN HARTA GONO GINI

Pengertian Harta Gono- Gini

A.    Dalam UU No 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan

Pengertian harta bersama berdasarkan pasal Pasal 35 ayat (1) UU perkawinan adalah harta yang diperoleh selama perkawinan

Kemudian ditegaskan dalam pasal 35 ayat (2)  Harta bawaan dari masing-masing suami  dan ist eri dan harta benda yang di peroleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing  sepanjang para pihak tidak menentukan lain” (kualifikasi harta bersama)

Maka berdasarkan pasal tersebut hadiah atau warisan yang didapatkan oleh masing-masing pihak tidak termasuk dalam harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain.

Pasal 37 dijelaskan bahwa “ bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing’ ialah hukum agama, hukum adat, dan hukum lainnya”.


B.     Dalam KUHPerdata

KUHPerdata pasal 119,disebutkan bahwa “sejak saat dilangsungkan perkawinan,maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri,sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan.Harta bersama itu,selama perkawinan berlangsung,tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri.” 
Pasal 121 KUHPerdata sebagai berikut: Berkenaan dengan beban-beban, maka harta bersama itu meliputi semua utang yang dibuat oleh masing-masing suami-isteri, baik sebelum perkawinan maupun setelah perkawinan maupun selama perkawinan (dihapuskan oleh pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan
Diperjelas lagi dengan ketentuan Pasal 122 KUHPerdata bahwa  Semua penghasilan dan pendapatan, begitu pula semua keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian yang diperoleh selama perkawinan, juga menjadi keuntungan dan kerugian harta bersama itu. “  (masih berlaku)
Pasal 128 KUHPerdata  tentang Pembagian Harta Bersama
setelah bubarnya harta bersama,. kekayaan bersama mereka dibagi dua antara suami dan isteri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dan pihak mana asal barang-barang itu.”
Adapun dalam KUHPerdata di atur dalam Pasal 129 yang secara imperatif menyatakan:
“Pakaian, perhiasan dan perkakas untuk mata pencaharian salah seorang dari suami isteri itu, beserta buku-buku dan koleksi benda-benda kesenian dan keilmuan, dan akhirnya surat-surat atau tanda kenang-kenangan yang bersangkutan dengan asal usul keturunan salah seorang dari suami isteri itu, boleh dituntut oleh pihak asal benda itu, dengan membayar harga yang ditaksir secara musyawarah atau oleh ahli-ahli.”
Hak Anak Setelah Perceraian Orangtuanya

Hak anak adalah sebagaimana disebutkan pada pasal 41 dan 45 UU nomor 1 tahun 1974 Pasal yakni :

Pasal 41 huruf b UU Perkawinan yang selengkapnya berbunyi, Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

Pasal 41 huruf c UU Perkawinan yang selengkapnya berbunyiPengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.”

Kemudian, Pasal 45 ayat (2) UU Perkawinan menyatakan, “Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus”


   Analisis Sita Jaminan Terhadap Objek Gugatan
Berkaitan dengan diletakannya Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) atas suatu harta kekayaan yang telah sah diikat oleh suatu hak jaminan kebendaan -dalam hal ini Hak Tanggungan-. Sita yang diletakkan tersebut oleh Jurusita  dikualifikasikan sebagai Sita Persamaan (Vergelijken Beslag) berdasarkan Pasal 463 Reglemen Acara Perdata ("RegAcPer")/Reglement op de Rechtsvordering ("RV"). Hal ini dikarenkan prinsip hukum jaminan bahwa hak preferen dari Kreditor pemegangnya (Kreditor Preferen atau BANK) terhadap harta kekayaan yang telah sah diikat oleh suatu hak jaminan kebendaan adalah diutamakan (droit de preference).
Konsekuensi dari berlakunya prinsip hukum ini adalah jika dilakukan eksekusi penjualan atau eksekusi lelang atas harta kekayaan tersebut, maka Kreditor Preferen lah yang berhak untuk pertama kali mengambil uang hasil eksekusinya hingga terlunasinya tagihan piutangnya, dan jika masih terdapat sisanya, maka baru lah itu menjadi bagiannya pihak (pihak-pihak) yang berhak berdasarkan Sita Persamaan.
Selain itu Pihak Pemegang Hak Tanggungan (Bank) dapat masuk kedalam pihak perlawanan dalam perkara Tersebut.