PENGERTIAN HARTA GONO GINI

Pengertian Harta Gono- Gini

A.    Dalam UU No 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan

Pengertian harta bersama berdasarkan pasal Pasal 35 ayat (1) UU perkawinan adalah harta yang diperoleh selama perkawinan

Kemudian ditegaskan dalam pasal 35 ayat (2)  Harta bawaan dari masing-masing suami  dan ist eri dan harta benda yang di peroleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing  sepanjang para pihak tidak menentukan lain” (kualifikasi harta bersama)

Maka berdasarkan pasal tersebut hadiah atau warisan yang didapatkan oleh masing-masing pihak tidak termasuk dalam harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain.

Pasal 37 dijelaskan bahwa “ bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing’ ialah hukum agama, hukum adat, dan hukum lainnya”.


B.     Dalam KUHPerdata

KUHPerdata pasal 119,disebutkan bahwa “sejak saat dilangsungkan perkawinan,maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri,sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan.Harta bersama itu,selama perkawinan berlangsung,tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami istri.” 
Pasal 121 KUHPerdata sebagai berikut: Berkenaan dengan beban-beban, maka harta bersama itu meliputi semua utang yang dibuat oleh masing-masing suami-isteri, baik sebelum perkawinan maupun setelah perkawinan maupun selama perkawinan (dihapuskan oleh pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan
Diperjelas lagi dengan ketentuan Pasal 122 KUHPerdata bahwa  Semua penghasilan dan pendapatan, begitu pula semua keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian yang diperoleh selama perkawinan, juga menjadi keuntungan dan kerugian harta bersama itu. “  (masih berlaku)
Pasal 128 KUHPerdata  tentang Pembagian Harta Bersama
setelah bubarnya harta bersama,. kekayaan bersama mereka dibagi dua antara suami dan isteri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dan pihak mana asal barang-barang itu.”
Adapun dalam KUHPerdata di atur dalam Pasal 129 yang secara imperatif menyatakan:
“Pakaian, perhiasan dan perkakas untuk mata pencaharian salah seorang dari suami isteri itu, beserta buku-buku dan koleksi benda-benda kesenian dan keilmuan, dan akhirnya surat-surat atau tanda kenang-kenangan yang bersangkutan dengan asal usul keturunan salah seorang dari suami isteri itu, boleh dituntut oleh pihak asal benda itu, dengan membayar harga yang ditaksir secara musyawarah atau oleh ahli-ahli.”
Hak Anak Setelah Perceraian Orangtuanya

Hak anak adalah sebagaimana disebutkan pada pasal 41 dan 45 UU nomor 1 tahun 1974 Pasal yakni :

Pasal 41 huruf b UU Perkawinan yang selengkapnya berbunyi, Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.

Pasal 41 huruf c UU Perkawinan yang selengkapnya berbunyiPengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri.”

Kemudian, Pasal 45 ayat (2) UU Perkawinan menyatakan, “Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus”


   Analisis Sita Jaminan Terhadap Objek Gugatan
Berkaitan dengan diletakannya Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) atas suatu harta kekayaan yang telah sah diikat oleh suatu hak jaminan kebendaan -dalam hal ini Hak Tanggungan-. Sita yang diletakkan tersebut oleh Jurusita  dikualifikasikan sebagai Sita Persamaan (Vergelijken Beslag) berdasarkan Pasal 463 Reglemen Acara Perdata ("RegAcPer")/Reglement op de Rechtsvordering ("RV"). Hal ini dikarenkan prinsip hukum jaminan bahwa hak preferen dari Kreditor pemegangnya (Kreditor Preferen atau BANK) terhadap harta kekayaan yang telah sah diikat oleh suatu hak jaminan kebendaan adalah diutamakan (droit de preference).
Konsekuensi dari berlakunya prinsip hukum ini adalah jika dilakukan eksekusi penjualan atau eksekusi lelang atas harta kekayaan tersebut, maka Kreditor Preferen lah yang berhak untuk pertama kali mengambil uang hasil eksekusinya hingga terlunasinya tagihan piutangnya, dan jika masih terdapat sisanya, maka baru lah itu menjadi bagiannya pihak (pihak-pihak) yang berhak berdasarkan Sita Persamaan.
Selain itu Pihak Pemegang Hak Tanggungan (Bank) dapat masuk kedalam pihak perlawanan dalam perkara Tersebut.
 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROSEDUR PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS MELAUI RUPS

jarimah ta'zir

tindak pidana perpajakan