jarimah ta'zir


Pendahuluan
Dalam hukum pidana Islam (jinayah) tindak pidana (jarimah) dibagi menjadi tiga, yaitu jarima hudud, jarima qishash dan jarima ta’zir. Pembagian jarimah menjadi tiga ini berdasarkan pada jenis hukumannya.
Jarimah hudud adalah jarimah yang diancam dengan hukuman had. Hukuman had adalah hukuman yang telah ditentukan oleh syara dan merupakan hak Allah. Hukuman ini telah ditentukan nas dan tidak ada batas minimal dan maksimalnya. Hukuman had merupakan hak Allah, maka tidak dapat digugurkan oleh siapapun.
Jarimah Qishash adalah jarimah yang diancam dengan hukuman qishash atau diat. Baik qishas maupun diat telah diatur dalam nash, perbedaannya dengan hukuman had adalah hukuman had merupakan hak Allah, sedangkan qishash merupakan hak manusia. Akibatnya hukuman qishash dapat diberikan pemaafan dari keluarga korban.
Jarimah ta’zir adalah hukuman yang diancam dengan hukuman ta’zir. Ta’zir adalah hukuman pendidikan atas dosa yang tidak ditentukan hukumannya oleh syara. Penentuan hukuman ta’zir adalah hak penguasa. Perbuatan perbuatan dalam jarimah ini dilarang dilakukan akan tetapi nash tidak menyebutkan hukuman jika ketentuannya dilangar.
Dalam mekalah ini penulis akan membahas lebih mendalam mengenai jarimah ta’zir. Pengertiannya, macam-macam jarimah ta’zir dan jenis hukumannya.
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ta’zir
Menurut bahasa lafaz ta’zir berasal dari kata:  ã yang sinominya:

1.     ŠrìZI                  yang artinya mencegah atau menolak;
2.     >Š#                      yang artinya mendidik
3.     % rrMáã              menganggukan dan menghormati;
4.     ÁRrq%rb$ã&    yang artinya membantunya, menguatkan, dan menolong.

      Dari keempat pegertian diatas yang paling mendekati adalah pengertian yang pertama ŠrìZI  (mencegah atau menolak), dan pengertian yang keedua  >Š# (mendidik). Pengertian ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh  Abdul Qadir Audah dan Wahbah Zuhaili. Ta’zir diartikan mencegah menolak karena ia dapat mengubah perilaku agar tidak mengulangi perbuatannya. Ta’zir diartikan mendidik  karena ta’zir untuk mendidik dan memperbaiki perilaku agar ia dapat menyadari tindak pidananya kemudian meninggalkan dan menghentikannya.
      Sedangkan menurut istilah, seperti yang telah dikemukakan oleh Al-Mawardi sbb:


“ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa (maksiat) yang hukumannya belum ditentukan oleh syara’.”

Menurut Wahab Zuhaili definisi ta’zir hampir mirip dengan apa yang telah didefinisikan oleh Al-Mawardi,


“ta’zir menurut syara’ adalah hukuman yang ditetepkan karena perbuatan maksiat atau jinayah yang tidak dikenakan oleh hukuman had atau tidak punya kifarat.”

Menurut Ibrahim Unais dan kawan-kawan adalah

“ ta’zir menurut syara’ adalah hukuman pendidikan yang tidak mencapai hukuman had syar’i.”
Dari beberapa pengertian diatas, jelas bahwa ta’zir adalah hukuman terhadap tindak pidana yang hukumannya tidak ditetapkan oleh syar’i. Dikalangan fuqaha, jarimah yang hukumnya belum ditentukan oleh syara’ dinamakan jarimah ta’zir.

B. Dasar Hukum Jarimah Ta’zir
Dasar hukum disyariatkannya jarimah ta’zir terdapat dalam hadis Rasulullah saw. Dan tindakan sahabat. Hadist trsebut antara lain:
1.      Hadis Nabi yang diriwayatkn oleh Bahz ibn Hakim
“Dari Bahz ibn Hakim dari ayahnya dari kakeknya, bhwa Nabi saw. Menahan seseorang karena melakukan kejahatan. (hadis diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmizi, Nasa’I, dan Baihaqi, srta dishohihkan oleh hakim).”
Hadis tersebut menjelaskan tentang tindakan nabi yang menahan seseorang yang diduga meakukan tindak pidana dengan tujuan untuk memudahkan penyelidikan.
2.      Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abi Burdah
“Dari Abi Burdah Al-Anshari ra. Bahwa ia mendngar Rasulullah saw bersabda:”tidak boleh dijilid atas sepuluh cambuk kecuali didalam hukuman yang telah ditentukan oleh Allah Ta’ala.” (Muttafaq alaih)
Hadis yang kedua menjlaskan tentang batas hukuman ta’zir yang tidak boleh lebih dari sepuluh kali cambukan, yang membedakan antara jarimah hudud.
3.      Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Aisyah

Dari Aisyah ra. Rasulullah saw bersabda:  “Ringankanlah hukuman bagi orang-orang yang tidak pernah melakukan kejahatan ats perbuatan mereka, kecuali dalam jarimah-jarimh hudud.” (Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Nasa’I, Baihaqi)
Hadis yang ketiga mnjelaskan tntang teknis pelaksanaan hukuman ta’zir yang bias berrbeda antara satu pelaku dengan pelaku lainnya, tergantung pada status mereka dan kondisi-kondisi lain yang mempengaruhinya.

C.    Macam-macam Jarimah Ta’zir

1.      Dilihat dari hak yang dilanggar, jarimah ta’zir dapat dibagi menjadi dua bagian:
a.       jarimah ta’zir yang menyinggung hak Allah
yang dimaksud dengan karimah ta’zir melanggar hak Allah adalah semua oerbuatan yeng berkaitan dengan kepentingan dan kemaslahatan umum.
Misalkan : penimbunan bahan-bahan pokok, membuat kerusakan dimuka bumi (penebangan liar)
b.      jarimah ta’zir yag menyinggung hak individu.
Yang dimaksud degan jarimah ta’zir yang menyinggung hak individu adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan kerugian pada orang lain.
Misalnya : penghinaan, penipuan, dll

2.      Dilihat dari segi sifatnya, dibagi dalam tiga bagian:
a.       ta’zir karena melakukan perbuatan maksiat
yang dimaksud dengan maksiat adalah meninggalkan perbuatan yang diwajibkan dan melakukan perbuatan yang diharamkan.[1]
Misalnya : tidak membayar utang , memanipulasi hasil waqaf, sumpah palsu, riba, menolong pelaku kejahatan, memakan barang-barang yang diharamkan dll
b.      ta’zir karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan umum
perbuatan-perbuatan yang masuk dalam jarimah ini tidak bisa ditentukan, karena perbuatan ini tidak diharamkan karena zatnya, melainkan karena sifatnya. Sifat yang menjadi alasan dikenakan hukuman adalah terdapat unsur merugikan kepentingan umum.
c.       ta’zir karena melakukan pelanggaran
dalam merumuskan ta’zir karena pelanggaran terdapat beberapa pandangan,  yang pertama berpendapat bahwa orang yang meninggalkan yang mandub ( sesuatu yang diperintahkan dan dituntut untuk dikerjakan) atau mengerjakan yang makruh (sesuatu yang dilarang dan dituntut untuk ditinggalkan) tidak dianggap melakukan maksiat, hanya saja mereka dianggap menyimpang atau pelanggaran dapat dikenakan ta’zir.
Menurut sebagian ulama yang lain, meninggalkan mandub dan mengerjakan yang makruh tidak bisa dikenakan hukuman ta’zir. Karena ta’zir hanya bisa dikenakan jika ada taklif (perintah atau larangan). Apabila hukuman diterapkan maka merupakan suatu pertanda menunjukan bahwa perbuatan itu wajib atau haram.
Contoh perbuatannya dicontohkan oleh Rasulullah, rosul menahan seseorang yang diduga mencuri unta. Hal yang dilakukan Rasulullah merupakan contoh memelihara kepentingan umum, sebab jika tidak demikian selama proses pembuktian tertahan itu bisa lari.

3.      Dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya) ta’zir juga dibagi kedalam tiga bagian:
a.       jarimah ta’zir yang berasal dari jarimah-jarimah hudud atau qishash tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi atau ada syubhat, seperti pencurian yang tidak mencapai nishab atau oleh keluarga sendiri
b.      jarimah yang jenisnya disebutkan dalam nash syara’ tetapi hukumnya belum ditetapkan, seperti riba, suap, dan mengurangi takaran atau timbangan
c.       jarimah baik yang hukum dan jenisnya belum ditetapkan oleh syara’, seperti pelanggaran disiplin pegawai pemerintah.
Abdul Aziz Amir membagi jarimah ta’zir secara rinci sbagai beikut:
a.       jarimah ta’zir yang berkaitan dengan pembunuhan
apabila hukuman mari dan diat dimaafkan, maka pemimpin negara yamg akan menentukan hukuman ta;zir yang lebih mslahat.
b.      jarimah ta’zir yang berkenaan dengan pelukaan
Menurut imam malik dalam jarimah pelukaan dengan qishash dalam jarimah pelukaan, karena qishash merupakan hak adami, sedangkan ta’zir juga dapat dikanakan terhadap jarimah pelukaan apabila qishashnya dimaafkan atau tidak bisa dilaksanakan karena suatu sebab yang dibenarkan oleh syara’.
Menurut mahzab Hanafi, syafi’i dan Hanbali, ta’zir juga dapat dijatuhkan terhadap orang yang melakukan jarimah pelukaan dengan berulang-ulang (residivis), disamping dikenakan hukuman qishash.
c.       jarimah ta’zir yang beraitan dengan kejahatan terhadap kehormatan dan kerusakan akhlak
jarimah dalam kriteria ini berkaitan dengan jarimah zina, menuduh zina dan penghinaan. Dalam jarimah zina yang dikenakan hukuman had, atau terdapat syubhat dalam diri pelakunya.perbuatannya atau objeknya. Demiklian juga dengan percobaan zina.
Penuduhan zina dikenakan ta’zir apabila orang yang dituduh itu bukan orang yang mukhsan. Kriteria muhshan menurut para ulama adalah berakal, baligh, Islam, dan iffah(bersih) dari zina. Demikian pula dengan tuduhan zina dengan sindiran merupakan hukuman ta’zir.
Selain tuduhan zina, tuduhan mencuri, mencaci maki, panggilan seperti wahai kafir dan semacamnya juga termasuk ta’zir.
d.      jarimah ta’zir yang bekaitan dengan harta
jarimah yang berkaitan dengan harta adalah jarimah pencurian dan perampokan yang tidak memenuhi syarat had. Misalkan pencurian yang pelakunya masih dibawah umur dan perempuan menuurut hanafiyah.
e.       jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kemaslahatan manusia
jarimah yang termasuk jarimah ini antara lain seperti saksi palsu, berbohong didepan sidang, melanggar privacy orang lain.
f.       jarimah ta’zir yang berkaitan dengan keamanan umum.
Jarimah ta;zir yang termasuk jaromah ini adalah :
a.       jarimah yang mengganggu keamanan negara. Seperti spionase dan percobaan kudeta.
b.      Suap
c.       Tindakan melampaui batas dari pejabat atau lalai daklam menjalankan kewajiban. Seperti penolakan hakim dalam mengadili perkara.
d.      Pemalsuan tanda tangan dan stempel dll
Abd Qodir Awdah membagi jarimah ta’zir menjadi tiga, yaitu :
a.       Jarimah hudud dan qishash diyat yang mengandung unsur syubhat atau tidak memenuhi syarat, namun hal itu sudah dianggap sebagai perbuatan maksiat, seperti pencurian harta syirkah, pembunuhan ayah terhadap anaknya, dan percurian yang bukan harta benda.
b.      Jarimah ta’zir yang jenis jarimahnya ditentukan oleh nas, tetapi sanksinya oleh syari’ah diserahkan kepada penguasa, seperti sumpah palsu, saksi palsu, mengurangi timbangan, menipu, mengingkari janji, menghianati amanah, dan menghina agama.
c.       Jarimah ta’zir dimana jenis jarimah dan sanksinya secara penuh menjadi wewenang penguasa demi terealisasinya kemaslahatan umat. Dalam hal ini unsur akhlak menjadi perimbangan yang paling utama. Misalnya pelanggaran terhadap peraturan lingkungan hidup, lalu lintas, dan pelanggaran terhadap pemerintah lainnya.
D. Perbedaan jarimah antara jarimah hudud. qishas, dan jarimah ta’zir
Perbedaan yang menonjol antara jarimah hudud, qishas, dan jarimah ta’zir
a.       Dalam jarimah hudud tidak ada pemaafan, baik oleh perorangan maupun oleh ulul amri. Sedangkan jarimah ta’zir kemungkinan pemaafan itu ada, baik oleh perorangan maupun oleh ulul amri, bila hal itu lebih maslahat.
b.      Dalam jarimah ta’zir hakim dapat memilih hukum yang lebih tepat bagi si pelaku sesuai dengan kondisi pelaku, situasi, dan tempat kejahatan. Sedangkan dalam jarimah hudud yang diperhatikan oleh hakim hanyalah kejahatan material dan berlaku sama bagi setiap pelakunya.
c.       Pembuktian jarimah hudud dan qishas harus dengan saksi atau pengakuan, sedangkan pembuktian jarimah ta’zir sangat luas kemungkinannya.
d.      Hukuman Had maupun qishas tidak dapat dikenakan kepada anak kecil, karena syarat menjatuhkan had si pelaku harus sudah baligh sedangkan ta’zir itu bersifat pendidikan dan mendidik anak kecil boleh.
e.     orang yang mati karena hukuman ta’zir, berhak menerima ganti rugi. Sedangkan dalam jarimah hudud tidak berlaku demikian.
E. Macam-Macam Hukuman Ta’zir
Jenis-jenis hukuman ta’zir itu bermacam-macam, namun secara garis besar dapat dikelompokkan dalam empat kelompok, yaitu sebagai berikut:
1.      Hukuman ta’zir yang mengenai badan, seperti hukuman mati dan jilid, seperti hukuman mati dan jilid atau jera(dera)
Dalam jarimah ta’zir hukuman mati digunakan fuqaha secara beragam. Hanafiyah memperbolehkan hukuman mati sebagai ta.zir dalam jarimah yang dilakukan berulang-ulang.
Maliki membolehkan hukuman mati pada jarimah tertentu. Seperti spionase dan melakukan kerusakan dimuka bumi. Sebagaian ulama syafi’iyah membolehkan jarimah hukuman mati dalam kasus penyebaran aliran-aliran sesat yang menyimpang dari ajaran al-quran dan sunah, homoseksual (liwath).
Hukuman mati dilaksanakan dalam jarimah yang sangat berat dan berbahaya dengan syarat ;
a.       Bila pelaku adalah residivis yang tidak mendapat hukuman-hukuman hudud selain hukuman mati.
b.      Harus dipertrimbangkan betul-betul dampak kemaslahatan terhadap masyarakat.
Dalam pelaksanaannya hukuman mati dapat dilakukan dengan pedang, listrik dll. Namun kebanyakan ulama memilih dengan pedang dengan pertimbangan tidak menganiaya terhukum, karena dengan pedang akan lebih cepat.
2.      Hukuman yang berkaitan dengan kemerdekaan seseorang, seperti hukuman penjarara dan pengasingan
Penjara merupakan kebijakan khalifah Umar, Nabi dan Abu Bakar tidak pernah melakukannya. Tetapi nabi pernah memenjarakan beberapa orang di Madinah dalam tuntutan pembunuhan.
Hukuman penjara dalam syari’at Isalam dibagi dua bagian :
a.       Hukuman penjara yang dibatasi waktuya:
Hukman ini dibatasi secara tegas batas waktunya. Hukuman penjara batas ini digunakan untuk jarimah penghinaan, penjualan khamr, pemakan riba, melanggar kehormatan bulan suci, mengairi ladang dengan air dari saluran air tetangga, saksi palsu.
b.      Hukuman penjara tidak terbatas.
Hukuman penjara semacam ini dalam konteks moderen dapat juga dikatakan hukuman seumur hidup.
3.      Hukuman ta’zir yang berkaitan dengan harta, seperti denda, penyitaan/ perampasan harta, dan penghancuran barang
Hukuman ini merupakan hukuman denda. Menurut Imam Hanafi hukuman dengan mengambil harta tidak diperbolehkan. Tetapi imam yang lain memperbolehkannya. Hukumn dengan mengambil harta bukan berarti mengambil harta untuk hakim atau untuk kas negara ,melainkan hanya menahan untuk sementara waktu. Apabila tidak bertobat maka harta digunakan untuk kepentingan yagn mengandung maslahat.
4.      Hukuman-hukuman lain yang ditentukan oleh ulul amri demi kemaslahatan umum.
Hukuamn yang lain sepeti
Peringatan keras, nasihat, pengucilan, pemecatan dll.
F. Pelaksanaan Hukuman Jarimah Ta’zir
            Pelaksanaan hukuman ta’zir menjadi hak Penguasa Negara atau petugas yang ditunjuk, karena bertujuan untuk melindungi masyarakat. Selain petugas yang ditunjuk tidak boleh melaksanakan hukuman ta’zir, meskipun hukuman yang menghabiskan nyawa. Apabila ia melaksanakan sendiri maka dianggap pembunuh. Dalam penetapan jarimah ta'zir prinsip utama yang mejadi acuan penguasa adalah menjaga kepentingan umum dan melindungi setiap anggota masyarakat dari kemadhorotan (bahaya). Disamping itu, penegakan jarimah ta'zir harus sesuai dengan prinsip syar'i (nas).




KESIMPULAN
Jarimah ta’zir adalah jarimah yang diancam dengan hukuman ta’zir. Hukuman ta’zir artinya hukuman yang belum ditentukan oleh syar’i.  penentuan hukum merupakan hak penguasa. Hukuman ta’zir dapat digunakan untuk hukuman had yang tidak dipenuhi syaratnya, seperti mencuri yang tidak sampai satu nishab.
Macam-macam jarimah yang dapat dikenakan hukuman ta.zir antara lain :
Jarimah hudud yang tidak memenuhi syarat untuk dihukum dengan hudud atau terkandung hal subhat didalamnya. Termasuk tindakan percobaan tindak pidana.
Perbuatan-perbuatan yang dilarang nas, tetapi nas tidak menyebutkan sanksi terhadap perbuatan itu, misalnya riba, mengurangi timbangan dll.
Menurut hemat penulis, mengenai jenis hukuman yang relevan untuk jarimah ta'zir harus disesuaikan dengan kejahatan yang dilakukan agar hukuman dalam suatu peraturan bertahan lama. Untuk menentukan hukuman yang relevan dan efektif, harus dipertimbangkan agar hukuman itu mengandung unsur pembalasan, perbaikan, dan perlindungan terhadap korban. Hukuman tidak boleh bertentangan dengan kemaslahatan manusia.





Daftar Pustaka
Munajat, Makhrus. 2004. Dekonstruksi Hukum Pidana Islam. Yogyakarta: Logung pustaka.
Muslich, Ahmad Wardi. 2005. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika



[1] Abd Al-Aziz Amir, At-Tazir fi Asy-Syari’ah Al-Islamiyah, Dar Al-Fikr Al-‘Farabi, 1969, hlm 83

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROSEDUR PEMBUBARAN PERSEROAN TERBATAS MELAUI RUPS

tindak pidana perpajakan