Pemanfaatan Tanah Terlantar dan Kepemilikannya
Oleh: Fathin Aqidatus Zahro, S.H., M.Kn
Hak atas tanah dapat dimiliki oleh siapapun akan tetapi dalam kepemilikan hak atas tanah terdapat ketentuan yang mengikat berdasarkan pada Pasal 4 ayat (2) UUPA yaitu bahwa seluruh pihak yang memiliki hak atas tanah berkewajiban menyelenggarakan, menggunakan dan memanfaatkan hak atas tanah sesuai dengan batas-batas yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Tujuan dari pemberian hak atas tanah adalah agar pemegang hak dapat mempergunakan dan memanfaatkan tanah untuk kepentingan sosial agar timbul sebuah kesejahteraan bagi masyarakat luas serta bangsa dan negara Indonesia.
Hukum agraria sebagai hukum pertanahan Indonesia mengatur terkait asas-asas yang melekat pada tanah, salah satunya adalah asas fungsi sosial yaitu pemilik hak atas tanah dilarang melakukan penelantaran terhadap tanah dengan mempergunakan atau tidak mempergunakan tanahnya tersebut yang semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi karena akan berdampak menimbulkan kerugian bagi masyarakat luas dan tidak sesuai dengan fungsi dan tujuan atas pemberian hak atas tanah. Tanah terlantar terjadi akibat dari penggunaan tanah yang kurang optimal. Menurut Pasal 15 ayat (1) PP Nomor 11 tahun 2020 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar, tanah terlantar yang selanjutnya menjadi bekas tanah negara tersebut akan dianggap sebagai tanah cadangan umum negara dan akan didayagunakan untuk kepentingan masyarakat dan negara lewat pelaksanaan berbagai macam program strategis.
Ada
beberapa hal terjadinya tanah terlantar, yaitu:
1. Faktor
fisik: hal ini dikarenakan pada suatu lokasi tanah tidak tersedia fasilitas
irigasi, akses jalan, atau terjadi penguasaan tanah yang berlebih.
2. Faktor
ekonomi: terjadi karena adanya keterbatasan dana dan penguasaan tanah dengan
tujuan hanya untuk investasi
3. Faktor
institusi: yaitu tidak adanya peraturan yang tegas pada pemilik-pemilik tanah
hak milik dan tidak memiliki sanksi yang signifikan terkait pelanggaran pada
peraturan yang ada.
Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional memiliki kewajiban untuk menyiapkan data
tanah yang terindikasi terlantar, data tersebut digunakan untuk identifikasi
dan penelitian. Berdasarkan pada Pasal 6 PP Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar dijelaskan bahwa penelitian
terhadap tanah yang terindikasi terlantar sejak 3 (tiga) tahun sejak
diterbitkan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai atau sejak
berakhirnya izin/Keputusan/surat dasar penguasaan atas tanah dari pejabat yang
berwenang. Kantor pertanahan akan melakukan identifikasi terhadap tanah yang
dinyatakan sebagai tanah terlantar. Identifikasi meliputi:
a. Melakukan
verifikasi data fisik dann data yuridis tanah;
b. Mengecek
buku tanah dan/atau warkah dan dokumen lainnya untuk mengetahui keberadaan
pembebanan, termasuk data, rencana, dan tahapan penggunaan dan pemanfaatan
tanah pada saat pengajuan hak;
c. Meminta
keterangan dari Pemegang Hak dan pihak lain yang terikat tersebut harus memberi
keterangan atau menyampaikan data yang diperlukan;
d. Melaksanakan
pemeriksaan fisik;
e. Melaksanakan
ploting letak penggunaan dan pemanfaatan tanah pada peta pertanahan;
f. Membuat
analisis penyebab terjadinya tanah terlantar;
g. Menyusun
laporan hasil identifikasi dan penelitian;
h. Melaksanakan
sidang Panitia;
i. Membuat
berita Acara.
Apabila
setelah dilakukan identidikasi dan penelitian diketahui bahwa tanah tersebut
benar-benar terlantar maka Kepala Kantor Wilayah memberitahukan kepada pemegang
hak dan meberikan peringatan tertulis agar dalam jangka waktu 1 bulan sejak
tanggal diterbitkannya surat peringatan untuk menggunakan tanahnya sebagaimana
keadaan atau memberikan haknya sebagaimana izin/Keputusan/surat dasar
penguasaan tanah. Apabila pemegang hak orang perseorangan sedangkan orang
perseorangan tersebut tidak dapat menggunakan tanah tersebut karena keadannya
tidak mampu atau tidak mampu secara ekonomi maka Kepala Kantor pertanahan dapat
mengusulkan agar pemegang hak dapat diberikan pembinaan untuk mendayagunakan
tanahnya.
Tanah
terlantar merupakan tanah yang diterlantarkan oleh pemegang hak atas tanah,
pemegang Hak Pengelolaan atau pihak yang telah memperoleh dasar penguasaan atas
tanah tetapi belum memperoleh hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Tanah dapat disebut sebagai tanah terlantar
apabila tanah tersebut sengaja tidak dipergunakan oleh pemegang haknya sesuai
dengan keadaannya atau sifat dan tujuan haknya sebagaimana menurut Rencana Tata
Ruang Wilayah yang berlaku pada Waktu permulaan penggunaan atau Pembangunan
fisik pada tanah atau tanah tersebut tidak diperlihara dengan baik. Berdasarkan
pada UUPA dan PP Nomor 11 Tahun 2010 secara substansial kriteria sebuah tanah
dapat dikatakan sebagai tanah terlantar adalah:
a. Objek
tanah terlantar meliputi hak atas tanah, hak pengelolaan dan tanah yang
mempunyai dasar penguasaan atas tanah
b. Tanah-tanah
tersebut tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai
dengan keadaannya, atau sifat dan tujuan pemberian haknya atau dasar
penguasannya
c. Oleh
karea itu tanah harus dipelihara
Tanah
yang dinyatakan terlantar maka hak atas tanah yang melekat akan hapus demi
hukum. tanah terlantar ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Pertanahan setelah
dilakukan identifikasi dan penelitian, pada penetapan tanah sebagai tanah
terlantar maka dikeluarkan juga penetapan hapusnya hak tanah sehingga
memutuskan hubungan hukum antara pemilik atau pemegang hak atas tanah terhadap
tanahnya. Tanah yang telah diputuskan untuk dianggap sebagai tanah terlantar
maka penguasaan terhadap hak atas tanah akan beralih di bawah penguasaan negara
dan negara melalui Menteri bidang pertanahan akan memberikan kompensasi kepada
bekas pemilik hak atas tanah yang tanahnya dinyatakan terlantar dengan jumah
besaran kompensasi yang ditetapkan oleh Menteri dengan mempertimbangkan seluruh
biaya yang telah dikeluarkan oleh pemilik hak atas tanah ketika memperoleh hak
atas tanah yang telah dinyatakan terlantar termasuk apabila tanah terlantar
terdapat bangunan fisik yang berdiri maka dalam hal pemberian kompensasi juga harus
diperhitungkan.
Akibat
hukun dari penelantaran tanah diatur pada PP Nomor 38 Tahun 1998 tentang
Penelantaran Tanah selain daripada itu juga penelantaran tanah telah diatur
pada UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Pasal
27 UUPA menjelaskan bahwa “Hak milik hapus apabila tanahnya jatuh kepada Negara
karena ditelantarkan”.
Sehingga
berdasarkan dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa tanah terlantar yang telah
dikuasai oleh Negara tidak dapat dimiliki kembali oleh bekas pemilik atau
pemegang hak atas tanah, karena sejak tanah terlantar menjadi tanah negara maka
tanah tersebut akan dimanfaatkan oleh negara berdasarkan reforma agrarian dan
program strategis negara ataupun untuk cadangan negara lainnya. Pemanfaatan
tanah terlantar yang telah menjadi tanah negara dilakukan oleh Kepala Kantor
Wilayah Pertanahan.
Komentar
Posting Komentar